BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perang Dunia II berakhir dengan beberapa perjanjian antara pihak yang
kalah yaitu Jerman, Jepang dan Italia dan menang perang pihak sekutu AS, Uni Soviet, Inggris dan Prancis.
Selain
itu juga ada beberapa konferensi, yaitu:
a. Konferensi
Atlantik
b. Konferensi
Casablanca
c. Konferensi
Moscow
d. Konferensi Kaira
e. Konferensi
Teheran
f. Konferensi Yalta
Perjanjian
pasca perang dunia II, yaitu :
a. Perjanjian
sekutu Jerman
b. Perjanjian
sekutu Jepang
c. Perjanjian
sekutu dengan Negara lain
Hubungan Dekolonisasi di Asia dan Afrika dengan transformasi politik dan
social di berbagai Negara.
a. Konferensi Asia
Afrika
b. Organisasi
gerakan non blok
c. Krisis suez dan
peran Indonesia
B.
Rumusan Masalah
1. Apa penyebab
berakhirnya perang Dunia II?
2. Konferensi apa
saja yang diselenggarakan selama perang dunia II ?
3. Perjanjian apa
saja yang disepakati pasca perang dunia II ?
4. Apa saja isi
perjanjian-perjanjian pasca perang dunia II ?
5. Jelaskan
hubungan dekoliniasasi di Asia dan Afrika dengan transformasi politik dan
social di berbagai Negara ?
6. Tahukah anda
mengenai konferensi Asia Afrika ?
7. Tahukah Anda
mengenai organisasi gerakan non blok ?
8. Apa saja tujuan
dari gerakan non blok ?
9. Bagaimana
organisasi yang ada di dalam gerakan non blok?
10. Bagaimana krisis
suez ?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah, selain
itu juga makalah ini disusun untuk meningkatkan siswa yang aktif dalam mencari
sumber-sumber yang menjelaskan tentang akhir perang dunia II dan hubungan dekoloniasasi
di Asia Afrika dengan transformasi politik dan social di berbagai Negara, dan
menjadikan siswa yang kreatif dalam menggabungkan semua sumber yang ada menjadi
satu.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Akhir Perang
Dunia II
Perang Dunia II diakhiri dengan berbagai perjanjian antara pihak yang
kalah perang (Jerman, Jepang, dan Italia) dan yang menang perang (pihak Sekutu:
AS, Uni Soviet, Inggris, Prancis, dll). Perjanjian yang penting adalah
perjanjian Sekutu dengan Jerman dan Sekutu dengan Jepang. Selain itu,
pasca-Perang Dunia II juga ditandai dengan berbagai konferensi.
1.
Berbagai
Konferensi Selama Perang Dunia II
Beberapa konferensi yang diselenggarakan selama Perang Dunia II tentang strategi
pertempuran ataupun perdamaian dunia, antara lain sebagai berikut.
a.
Konferensi
Atlantik
Konferensi
Atlantik diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 1941 antara Franklin Delano
Roosevelt (Presiden Amerika Serikat) dan Winston Churcill (Perdana Menteri
Inggris). Konferensi Atlantik menghasilkan piagam perdamaian yang disebut
Piagam Atlantik (Atlantik Charter). Piagam Atlantik sebagai fondasi berdirinya
PBB.
b.
Konferensi
Casablanca
Konferensi
Casablanca diselenggarakan pada bulan Januari 1943 antara Franklin Delano
Roosevelt dan Winston Churcill. Konferensi itu membahas perencanaan penyerbuan
tentara Sekutu ke Eropa guna mengalahkan tentara blok Sentral (Poros atau blok
Jerman).
c.
Konferensi
Moskow
Konferensi
Moskow diselenggarakan pada bulan Oktober 1943 yang dihadiri oleh Menteri Luar
Negeri Rusia (Vyacheslav Mikhailovich Molotov), Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat (Cordel Hull), dan Menteri Luar Negeri Inggris (Anthony Eden).
Konferensi itu membahas tentang rencana pembentukan organisasi internasional
yang menjamin perdamaian.
d.
Konferensi Kairo
Konferensi
Kairo diselenggarakan pada bulan November 1943 antara Franklin Delano
Roosevelt, Winston Churcill, dan Chiang Kai-shek (Cina). Konferensi itu memutuskan
bahwa mereka akan menggempur Jepang sampai menyerah.
e.
Konferensi
Teheran
Konferensi
Teheran diselenggarakan pada Desember 1943 yang dihadiri Josep Stalin, Franklin
Delano Roosevelt, dan Winston Churcill. Pada prinsipnya konferensi itu
mendukung keputusan Konferensi Kairo dan bertekad melanjutkan kerja sama
meskipun perang telah berakhir.
f.
Konferensi Yalta
Konferensi
Yalta diselenggarakan pada bulan Februari 1945 antara Josep Stalin, Franklin
Delano Roosevelt, dan Winston Churcill. Konferensi berhasil mengambil
keputusan, antara lain:
a. penyerahan
Jerman tanpa syarat;
b. pembentukan
organisasi internasional yang menjamin perdamaian dunia;
c. perencanaan
penyelenggaraan konferensi di San Fransisco pada tanggal 25 April 1945.
2.
Perjanjian-Perjanjian
Pasca–Perang Dunia II
a.
Perjanjian
Sekutu–Jerman
Jerman
merupakan salah satu negara “Pact Poros” yang hancur dalam PD II dan telah menyerah
kepada sekutu pada tanggal 7 Mei 1945. AS,Uni Soviet, dan Inggris membicarakan
tentang pembagian Jerman, denazifikasi dan demiliterisasi Jerman. Perjanjian
Sekutu–Jerman ditentukan oleh Harry S. Truman (Presiden Amerika Serikat), Josep
Stalin (Presiden Uni Soviet), dan Clement Richard Attlee (Perdana Menteri
Inggris) dalam Konferensi Postdam (2 Agustus 1945). Konferensi Postdam berisi,
antara lain sebagai berikut.
1) Jerman yang
dikuasai oleh empat negara Sekutu dibagi dua, yaitu Jerman Timur dan Jerman
Barat. Jerman Timur, 1 zona dikuasai oleh Uni Soviet, sedangkan Jerman Barat, 3
zona dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis.
2) Kota Berlin yang
terletak di tengah daerah pendudukan Uni Soviet juga dibagi dua. Berlin Timur
diduduki oleh Uni Soviet dan Berlin Barat dikuasai oleh Amerika Serikat,
Inggris, dan Prancis.
3) Wilayah Danziq
dan daerah Jerman di sebelah timur Sungai Oder dan Niesse diberikan kepada
Polandia.
4) Demiliterisasi
bagi Jerman.
5) Penjahat perang
harus dihukum.
6) Jerman harus membayar
kerugian perang.
b.
Perjanjian
Sekutu–Jepang
Perjanjian
Sekutu–Jepang dilakukan di San Fransisco pada tahun 1945. Perjanjian tersebut berisi, sebagai berikut.
1) Kepulauan Jepang
diperintah oleh tentara pendudukan Amerika Serikat (untuk sementara).
2) Kepulauan Kuril
dan Sakhalin Selatan diserahkan kepada Uni Soviet, sedangkan Manchuria dan
Taiwan diserahkan kepada Cina. Kepulauan Jepang di Pasifik diserahkan kepada
Amerika Serikat. Korea akan dimerdekakan dan untuk sementara waktu dibagi dua
wilayah pendudukan dengan batas 38° lintang utara. Di bagian utara diduduki Uni
Soviet, sedangkan di selatan dikuasai oleh Amerika Serikat.
3) Penjahat perang
harus dihukum.
4) Jepang harus
membayar ganti rugi perang.
c.
Perjanjian
Sekutu dengan Negara Lainnya
Selain
mengadakan perjanjian dengan Jerman dan Jepang, sekutu juga mengadakan
perjanjian dengan negara-negara lain yang kalah berperang dalam Perang Dunia
II.
1) Perjanjian
Sekutu–Italia dilaksanakan di Paris pada tahun 1945 dengan beberapa keputusan,
antara lain sebagai berikut.
a) Wilayah Italia
diperkecil.
b) Triastie menjadi
negara merdeka di bawah perwalian PBB.
c) Abbesynia dan
Albania memperoleh kemerdekaannya kembali.
d) Semua jajahan
Italia dan Afrika Utara dikuasai Inggris.
e) Italia harus
membayar ganti rugi akibat perang yang ditimbulkannya.
2)
Perjanjian Sekutu–Austria dilaksanakan di Austria pada
tahun 1945 dengan berbagai keputusan, antara lain sebagai berikut.
a) Kota Wina dibagi
menjadi empat wilayah pendudukan dan dikuasai oleh Amerika Serikat, Inggris,
Prancis, dan Uni Soviet.
b) Persyaratan lain
menyusul karena belum ada keputusan dan persetujuan
3) dari keempat
negara pemenang Perang Dunia II di Wina. Perjanjian Sekutu dengan Hongaria,
Rumania, Bulgaria, dan Finlandia ditentukan di Paris tahun 1945 dengan beberapa
keputusan yang pada intinya sama, yaitu:
a) setiap negara
wilayahnya diperkecil
b) setiap negara
harus mengganti biaya perang.
2.
Hubungan
Dekolonisasi di Asia dan Afrika dengan Transformasi Politik dan Sosial di
Berbagai Negara
Pada puncak kejayaan kaum imperialis Barat masa lampau terjadi dua kali
perang besar, yaitu Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Akibat krisis ekonomi
setelah Perang Dunia I, negara-negara kolonial berusaha untuk lebih
meningkatkan pemerasan kekayaan di daerah-daerah jajahannya di Asia dan Afrika.
Berakhirnya Perang Dunia II (1939–1945) melahirkan Piagam Atlantik (Atlantic
Charter) yang terdapat beberapa hal penting yang menyangkut HAM (Hak Asasi
Manusia), antara lain setiap negara dilarang mengambil wilayah negara lain dan
penegasan bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri (self
determination).
Proses pelepasan negara jajahan dari negara induknya ini disebut proses
dekolonisasi. Dekolonisasi adalah istilah yang dipakai bangsa-bangsa Eropa di
dalam menjalankan praktik imperialism dan kolonialisme di wilayah Asia dan
Afrika.
Pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II, kaum imperialis banyak
menggunakan juga pasukan-pasukan dari negeri jajahannya. Pada bulan Mei 1918,
pemerintah kolonial Belanda membentuk Dewan Rakyat (Volksraad). Pada Sidang Dewan
Rakyat tanggal 18 November 1918, Gubernur Jenderal Hindia Belanda van Limburg
Stirum menyampaikan pidato yang menjanjikan pembaruan pemerintahan di
Indonesia. Pidato gubernur jenderal ini lebih dikenal sebagai Janji November
1918 atau November Belofte.
Bangsa kolonialis lain yang mulai memberi pengakuan kedaulatan pada wilayah
jajahannya adalah negara Prancis, Inggris adalah salah satu negara yang
melaksanakan praktik imperialism dan kolonialisme yang tidak begitu keras.
Jajahan Inggris ketika melaksanakan praktik kolonialisme dan imperialisme
tersebar di wilayah Asia dan Afrika.
Commonwealth Nation atau Persemakmuran Negara Inggris adalah nama sebuah
jalinan kerja sama antara bekas negara jajahan Inggris yang telah merdeka dengan
negara Inggris. Negara-negara tersebut umumnya menjalin kerja sama dalam bidang
ekonomi, sosial, dan budaya.
Nefo adalah lambang kelompok negara-negara yang baru merdeka atau yang
menentang imperialisme, dan kolonialisme, sosialisme, serta komunis. Oldefo
adalah lambang negara-negara yang telah mapan dan melaksanakan imperialisme dan
kolonialisme/kapitalisme dan negara sedang berkembang yang cenderung pada
imperialisme/kolonialisme.
3. Konferensi Asi
Afrika
Berakhirnya
Perang Dunia I membawa pengaruh terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk
memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan, Indonesia mencetuskan
gagasannya untuk menggalang kerja sama dan solidaritas antarbangsa dengan
menyelenggarakan KAA.
a.
Latar Belakang
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas, artinya bangsa Indonesia
tidak memihak pada salah satu blok yang ada di dunia. Jadi, bangsa Indonesia
berhak bersahabat dengan negara mana pun asal tanpa ada unsur ikatan tertentu.
Bebas juga berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri dalam
menanggapi masalah internasional. Aktif berarti bahwa bangsa Indonesia secara
aktif ikut mengusahakan terwujudnya perdamaian dunia.
Prakarsa untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika dikemukakan pertama kali
oleh Perdana Menteri RI Ali Sastroamijoyo yang kemudian mendapat dukungan dari
negara India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar) dalam Konferensi
Colombo.
b. Konferensi
Pendahuluan
1) Konferensi
Kolombo (Konferensi Pancanegara I)
Konferensi
pendahuluan yang pertama diselenggarakan di Kolombo, ibu kota negara Sri Lanka
pada tanggal 28 April–2 Mei 1954 Konferensi Kolombo membahas masalah Vietnam,
sebagai persiapan untuk menghadapi Konferensi di Jenewa. Konferensi Kolombo
juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara I.
2)
Konferensi Bogor
(Konferensi Pancanegara II)
Konferensi
pendahuluan yang kedua diselenggarakan di Bogor pada tanggal 22–29 Desember
1954. Konferensi itu dihadiri pula oleh perdana menteri negara-negara peserta
Konferensi Kolombo.
Konferensi
Bogor memutuskan hal-hal sebagai berikut.
a) Konferensi Asia
Afrika akan diselenggarakan di Bandung pada bulan 18- 24 April 1955.
b) Penetapan tujuan
KAA dan menetapkan negara-negara yang akan diundang sebagai peserta Konferensi
Asia Afrika.
c) Hal-hal yang
akan dibicarakan dalam Konferensi Asia Afrika.
d) Pemberian
dukungan terhadap tuntutan Indonesia mengenai Irian Barat. Konferensi Bogor
juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara II.
c. Pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika
Sesuai
dengan rencana, Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung pada tanggal
18–24 April 1955.
d. Pengaruh
Konferensi Asia Afrika bagi Solidaritas dan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di
Asia dan Afrika
Konferensi
Asia Afrika membawa pengaruh yang besar bagi solidaritas dan perjuangan
kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika. Pengaruh Konferensi Asia Afrika adalah
sebagai berikut.
1) Perintis dalam
membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk mengakui
kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan secara
damai.
2) Cetusan rasa
setia kawan dan kebangsaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk menggalang
persatuan.
3) Penjelmaan
kebangkitan kembali bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
4) Pendorong bagi
perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika
khususnya.
5) Memberikan
pengaruh yang besar terhadap perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam
mencapai kemerdekaannya.
6) Banyak
negara-negara Asia-Afrika yang merdeka kemudian masuk menjadi anggota PBB.
4.
Organisasi
Gerakan Non Blok
a.
Pengertian
Gerakan
Non Blok (GNB) atau Non Alignment (NAM) merupakan gerakan yang tidak
memihak/netral terhadap Blok Barat dan Blok Timur. Menghadapi situasi dunia
yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem politik luar negeri
bebas aktif. Oleh karena itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok
baru yang netral, tidak memihak Blok Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah
yang nantinya disebut kelompok negaranegara Non Blok.
5.
Tujuan Gerakan Non Blok
Gerakan
Non Blok mempunyai tujuan, antara lain:
1) Meredakan
ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan dua blok adidaya yang bersengketa;
2) Mengusahakan
terciptanya suasana dunia yang aman dan damai;
3) Mengusahakan
terwujudnya hubungan antarbangsa secara demokratis;
4) Menentang
kolonialisme, politik apartheid, dan rasialisme;
5) Memperjuangkan
kebebasan dalam bidang ekonomi dan kerja sama atas dasar persamaan derajat;
6) Meningkatkan
solidaritas di antara negara-negara anggota Gerakan Non Blok;
7) Menggalang kerja
sama antara negara berkembang dan negara maju menuju terciptanya tata ekonomi
dunia baru.
6.
Bentuk
Organisasi Gerakan Non Blok
Di
dalam Gerakan Non Blok tidak terdapat struktur organisasi yang mengurus
kegiatan di berbagai bidang karena Gerakan Non Blok bukan merupakan lembaga Satu-satunya
pengurus dalam Gerakan Non Blok adalah ketua.
Kegiatan
Gerakan Non Blok meliputi bidang berikut ini.
1) Bidang Politik
dan Perdamaian Dunia
2) Bidang Ekonomi
Penyelenggaraan
Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok
Sejak
didirikan tahun 1961, Gerakan Non Blok telah beberapa kali mengadakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), antara lain sebagai berikut.
1) Konferensi
Tingkat Tinggi I Gerakan Non Blok (KTT I Gerakan Non Blok)
2) Konferensi
Tingkat Tinggi II Gerakan Non Blok (KTT II Gerakan Non Blok)
3) Konferensi
Tingkat Tinggi III Gerakan Non Blok (KTT III Gerakan Non Blok)
4) Konferensi
Tingkat Tinggi IV Gerakan Non Blok (KTT IV Gerakan Non Blok)
5) Konferensi
Tingkat Tinggi V Gerakan Non Blok (KTT V Gerakan Non Blok)
6) Konferensi
Tingkat Tinggi VI Gerakan Non Blok (KTT VI Gerakan Non Blok)
7) Konferensi
Tingkat Tinggi VII Gerakan Non Blok (KTT VII Gerakan Non Blok)
8) Konferensi
Tingkat Tinggi VIII Gerakan Non Blok (KTT VIII Gerakan Non Blok)
9) Konferensi
Tingkat Tinggi IX Gerakan Non Blok (KTT IX Gerakan Non Blok)
10) Konferensi
Tingkat Tinggi X Gerakan Non Blok (KTT X Gerakan Non Blok)
11) Konferensi
Tingkat Tinggi XI Gerakan Non Blok (KTT XI Gerakan Non Blok)
12) Konferensi
Tingkat Tinggi XII Gerakan Non Blok (KTT XII Gerakan Non Blok)
13) Konferensi
Tingkat Tinggi XIII Gerakan Non Blok (KTT XIII Gerakan Non Blok)
7. Krisis Suez dan
Peran Indonesia
Hasil
konferensi Istambul Suez Canal Convention adalah sebagai.
a. Kebebasan
berlayar di Terusan Suez bagi semua kapal, bak kapal dagang maupun kapal
perang, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
b. Semua kapal yang
melintasi Terusan Suez tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda peperangan.
c. Tidak boleh
menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
d. Pemerintah Mesir
harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan Konferensi
Istambul.
e. Kebebasan
berlayar di Terusan Suez merupakan kebebasan yang terbatas.
f. Pokok-pokok
persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi hingga berakhirnya Undang-undang yang
mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez.
Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat
John Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menyelesaikan masalah
Terusan Suez. Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir.
Konferensi mencapai persetujuan tentang penyelesaian masalah Terusan Suez yang
disebut Konferensi London. Hasil Konferensi London menyebutkan, antara lain
bahwa akan dibentuk suatu badan internasional untuk menangani Terusan Suez.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan